Abid, Si Bandel yang Jadi Striker Terbaik

Di sebuah desa kecil yang ramai dengan tawa anak-anak, hiduplah seorang bocah bernama Abid. Ia terkenal sebagai anak yang bandel tapi lucu. Setiap hari ada saja tingkahnya yang membuat warga desa geleng-geleng kepala—entah itu memanjat pohon mangga Pak RT, bermain bola di halaman masjid hingga sandal jemaah berterbangan, atau mengerjai teman-temannya dengan lelucon yang kadang bikin kesal.

Namun, di balik kenakalannya, ada satu hal yang tak pernah ditinggalkan Abid: mengaji dan sholat. Setiap maghrib, ketika teman-temannya masih sibuk bermain, ia sudah rapi dengan peci di kepala, berlari menuju surau. Suaranya lantang saat mengaji, bahkan sering diminta untuk menjadi muadzin. “Bandel-bandel begini, suaranya bagus juga buat azan,” ujar Pak Ustaz sambil tersenyum.

Tapi ada satu hal lain yang membuat Abid sangat mencolok: ia jago bermain bola. Keahliannya menggocek bola dan mencetak gol membuatnya menjadi andalan di tim anak-anak desanya. Sayangnya, karena kebandelannya, tak jarang ia membuat pelatihnya kesal.

Suatu hari, ada turnamen sepak bola tingkat kecamatan. Desa Abid ikut serta, dan tentu saja ia masuk dalam daftar pemain. “Abid, kalau kau masih suka main-main di lapangan, aku cadangkan kau!” ancam pelatihnya. Abid hanya nyengir, lalu berjanji, “Tenang, Pak! Saya bakal bikin desa ini bangga.”

Pertandingan dimulai. Di babak pertama, tim Abid tertinggal 1-0. Namun, begitu babak kedua dimulai, Abid mulai menunjukkan magisnya. Ia menggiring bola dengan lincah, melewati dua pemain lawan, dan… GOOOL! Semua orang bersorak!

Tidak hanya satu, Abid mencetak hat-trick! Dengan kecepatan dan kelincahannya, ia terus membobol gawang lawan. Hingga akhir turnamen, ia menjadi top scorer dengan total 12 gol dalam satu periode pertandingan.

Saat pengumuman pemain terbaik, namanya dipanggil sebagai “Striker Terbaik Turnamen.” Semua warga desa bersorak gembira, bahkan Pak Ustaz dan pelatihnya ikut terharu. “Alhamdulillah, anak bandel kita akhirnya bikin sejarah!”

Abid berdiri di podium dengan senyum lebarnya, mengangkat pialanya tinggi-tinggi. “Ini bukan cuma karena aku,” katanya, “tapi juga berkat doa-doa yang kupanjatkan setiap habis sholat!”

Semua orang tertawa dan bertepuk tangan. Si bandel yang rajin mengaji itu akhirnya menjadi kebanggaan desa.


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama