Di sebuah desa yang damai namun penuh teka-teki, tinggallah seorang pemuda bernama Uci. Uci ini bukan pemuda biasa. Selain dikenal jago main gitar meski hanya bisa satu lagu—“Bento”—Uci juga dikenal sebagai “detektif desa” karena hobinya mencari keanehan di kampung.
Suatu hari, Uci jalan-jalan sore sambil naik sepeda onthel peninggalan kakeknya. Tiba-tiba sepedanya terjungkal karena nabrak jalan berlubang sebesar kolam lele. Uci bangkit, tepuk-tepuk celananya yang sobek, lalu bergumam :
“Loh, bukannya tahun lalu dana desa cair buat pengaspalan jalan ini ya? Kok malah jadi kolam ikan?"
Mulailah kecurigaan itu tumbuh di benak Uci.
Keesokan harinya, Uci mendatangi kantor desa dengan penuh gaya: pakai kacamata hitam, bawa map, dan kopi sachet di tangan. Di depan kantor, ia pasang spanduk bertuliskan:
“Mencari Aspal yang Hilang : Barang siapa menemukan, dapat imbalan satu gelas kopi dan dua pertanyaan dari Uci.”
Kades yang merasa tersindir langsung keluar, tersenyum kaku, dan bertanya :
“Maksudnya apa ini, UCi?”
Uci pun menjawab dengan wajah serius :
“Pak Kades, saya cuma mau tanya. Dana desa itu untuk pembangunan jalan, kan? Tapi ini jalan malah kayak kubangan kenangan mantan. Aspalnya ke mana, Pak? Menguap? Atau dicairkan terlalu cair sampai hilang bentuknya?”
Warga yang mulai berdatangan tertawa geli. Bahkan Pak RT yang biasanya kalem sampai sempat tersedak bakwan.
Kades mencoba membela diri, “Itu sudah dikerjakan, cuma mungkin hujan besar yang bikin rusak.”
Uci tak kalah sigap, “Pak, hujannya bulan Desember, tapi proyeknya katanya sudah selesai sejak Oktober. Jadi aspalnya bocor waktu kemarau?”
Warga pun makin riuh.
Sejak hari itu, Uci jadi semacam pahlawan kecil di desanya. Setiap sore, ia keliling naik sepeda dan bawa pengeras suara bekas ronda, teriak :
“Ingat, warga! Kalau jalan licin, bukan karena hujan—mungkin karena dana yang digelincirkan!”
Akhirnya, gara-gara ulah kocak Uci, warga mulai ramai-ramai minta transparansi dana desa. Dan Pak Kades? Mendadak rajin masuk kantor dan sering tiba-tiba traktir gorengan, mungkin biar Uci diam.
Tapi Uci tetap Uci. Dia selalu bilang :
“Saya bukan cari gorengan, Pak. Saya cuma cari bukti.”
---