Hamid punya satu kebiasaan yang tak pernah ia tinggalkan sejak usia belia—membaca Al-Qur’an setiap hari, bukan hanya sebagai bacaan, melainkan sebagai petunjuk hidup. Ia tidak hanya melafalkan ayat-ayat suci dengan tartil, tapi juga merenunginya, menyelami makna-maknanya, dan yang paling penting: mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Setiap subuh, sebelum ayam berkokok, Hamid sudah duduk bersila dengan mushaf di pangkuannya. Bibirnya bergerak pelan, sementara matanya berbinar-binar. Ia membaca dengan penuh penghayatan seolah sedang berbicara langsung dengan Sang Pencipta. Setelah itu, ia berangkat ke ladang, membantu orang tuanya bercocok tanam, lalu membantu anak-anak kecil mengaji di surau desa setiap sore.
Yang membuat orang-orang tercengang adalah : apa pun yang diinginkan Hamid, selalu terkabulkan.
Pernah suatu kali, ia hanya menyebut dalam hati bahwa ia ingin membelikan ibunya mukena baru untuk lebaran. Belum sempat ia berdoa secara lisan, seorang saudagar kaya dari kota datang ke desa dan membagikan bingkisan kepada penduduk. Di dalam bingkisan Hamid, entah mengapa, ada sehelai mukena putih bersih yang indah.
“Engkau pasti punya amalan rahasia, Hamid,” ujar teman-temannya dengan kagum.
Hamid hanya tersenyum dan berkata pelan, “Aku hanya membaca dan mencoba memahami apa yang Allah sudah turunkan pada kita. Tak lebih.”
Ia tak pernah merasa kurang, walau hidupnya sederhana. Tak pernah mengeluh, tak pernah iri, tak pernah mengeluh pada takdir. Ketika tanaman di ladangnya gagal panen karena kemarau, ia justru bersyukur karena bisa lebih banyak menghabiskan waktu mengajar anak-anak mengaji. Saat orang lain sibuk mengeluhkan harga sembako, Hamid malah sibuk berbagi hasil kebunnya kepada tetangga yang lebih miskin.
Suatu hari, seorang wartawan datang ke desa itu untuk menulis tentang “Orang Bahagia di Tengah Kesulitan.” Ia mewawancarai banyak orang, hingga akhirnya bertemu Hamid.
“Apa rahasia kebahagiaanmu, Hamid?” tanya wartawan itu.
Hamid menjawab dengan sederhana, “Aku membaca Al-Qur’an bukan untuk mencari pahala semata, tapi untuk hidup bersama petunjuk-Nya. Setiap hari aku mencoba menanam satu ayat dalam hatiku, dan setiap hari pula aku melihat buahnya tumbuh dalam hidupku.”
Wartawan itu terdiam lama. Ia tak menemukan kutipan yang lebih dalam dari itu, bahkan setelah menulis ratusan artikel motivasi.
---
Pelajaran dari Kisah Ini :
Hamid mengajarkan kita bahwa kunci hidup bahagia bukanlah banyaknya harta atau tercapainya semua cita-cita, melainkan kedekatan hati dengan Ilahi, rasa cukup yang lahir dari syukur, dan amalan yang konsisten walau sederhana.
Ia adalah contoh nyata bahwa keajaiban datang bukan dari kekuatan dunia, tapi dari ketaatan dan keikhlasan jiwa. Bahwa ketika kita hidup sesuai petunjuk Allah, maka Allah sendiri yang akan mengatur hidup kita dengan cara-Nya yang indah dan tak terduga.