Aqila menulis dalam buku hariannya :
"Ya Allah, jarak ini begitu sunyi. Tapi aku yakin, cinta yang dilandasi oleh-Mu tak pernah mengenal jauh. Malam ini, aku tak meminta ia datang dalam waktu dekat... Aku hanya ingin Engkau jagakan dia untukku, seperti aku menjaga rindu ini dalam tiap sujudku."
Malam itu adalah malam Jumat, sekaligus malam pergantian tahun Hijriah. Setelah menutup mushaf, Aqila melaksanakan shalat tahajud. Dalam sujud panjangnya, ia berbisik :
"Ya Allah, jika rindu ini adalah ujian, jadikanlah ia jalan untuk kami semakin dekat kepada-Mu. Jika dia adalah jodohku, maka kuatkan hatinya untuk tetap setia menungguku sebagaimana aku menjaga cintanya dalam diam. Ya Allah, pertemukan kami dalam waktu yang Engkau ridai, bukan karena ingin, tapi karena Engkau yang mengizinkan."
Di kabin kapal yang terombang oleh ombak, Raka pun bersujud dalam hening. Dengan sajadah kecil yang selalu ia bawa, ia menghadap kiblat dan menengadahkan tangan:
"Ya Allah, malam ini adalah malam penuh berkah, malam Jumat, malam pergantian tahun Hijriah. Di tengah laut ini, aku ingin Engkau tahu… bahwa dalam setiap detik yang berlalu, ada satu nama yang tak pernah luput dari doa: Aqila. Jaga ia untukku, sebagaimana aku menjaga kesetiaan ini untuknya. Dan jika Engkau berkenan, izinkan rindu ini berbuah temu, bukan sekadar perjumpaan, tapi dalam ikatan suci yang Kau berkahi."
Keduanya tak saling bertukar pesan malam itu. Tapi di langit yang sama, di waktu yang sama, dan dalam sujud yang berbeda, mereka sama-sama menyebut nama satu sama lain kepada Tuhan yang Maha Mendengar.
Tahun Baru Islam 1447 H bukan hanya menjadi penanda waktu baru. Tapi juga awal dari doa-doa yang lebih tulus, cinta yang lebih dewasa, dan harapan yang tak lagi digantungkan pada janji manusia, melainkan pada takdir Ilahi.
Karena dalam hubungan jarak jauh, bukan kerinduan yang harus ditaklukkan… tapi keyakinan bahwa jika Allah adalah pusatnya, jarak hanyalah ujian, bukan penghalang.