Dewasa dengan Elegan


Di sebuah kota kecil yang tenang, hiduplah seorang gadis bernama Lira. Sejak kecil, hidupnya tidak pernah mudah. Ayahnya pergi tanpa pamit saat ia masih duduk di bangku SD, dan ibunya harus bekerja siang malam demi memenuhi kebutuhan mereka.

Lira tumbuh dalam tekanan, terbiasa menahan tangis, dan memendam trauma yang tak pernah benar-benar sembuh. Saat remaja, ia mulai menyadari bahwa dunia tak selalu adil. Ia sering merasa lelah—secara fisik dan mental. Ada kalanya ia merasa ingin menyerah, ingin berhenti berjuang. Tapi, di malam-malam sunyi, ia selalu mengingat satu kalimat yang pernah ditulis ibunya di buku hariannya:

“Yang kuat ya, jangan kalah sama keadaan. Jangan kalah sama tekanan mental. Jangan kalah sama trauma. Kamu lelah memang, sakit pasti, dan banyak pahitnya. Mungkin kamu akan menangis, tapi bukan karena putus asa. Dewasalah dengan elegan, tanpa harus mengemis belas kasihan.”

Kutipan itu menjadi api kecil yang terus menyala di hati Lira. Ia memutuskan untuk terus melangkah, sekecil apapun langkah itu. Ia belajar menerima luka tanpa menyimpannya sebagai beban, tapi sebagai pelajaran. Ia tak ingin dikasihani, hanya dimengerti.

Waktu berjalan, dan Lira tumbuh menjadi wanita tangguh. Ia bukan yang paling hebat, tapi ia tak pernah berhenti berjuang. Ia tahu menangis bukan tanda lemah, melainkan cara menyembuhkan diri. Ia memilih untuk dewasa dengan elegan—tetap kuat, tanpa kehilangan sisi lembutnya.

Kini, setiap kali melihat ke belakang, Lira tak lagi melihat kesedihan. Ia melihat proses. Dan ia tahu, selama masih ada harapan, maka tak ada alasan untuk menyerah.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama